Aksi ini digelar untuk menuntut pertanggungjawaban dari Bupati Lamongan terkait penghapusan program BANSUN serta mendesak pemerintah daerah untuk merevisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Dalam aksinya, para demonstran membentangkan spanduk bertuliskan tuntutan mereka. Di antaranya “Tuntaskan Janji Politik, Menuntut Tanggung Jawab Bupati Lamongan” dan “Revisi APBD Sesuai UU No 1/2022”. Mereka juga menggelar aksi teaterikal dan membakar uang palsu sebagai simbol dari ketidakpuasan mereka terhadap kebijakan pemerintah.
Aksi ini sempat diwarnai dengan ketegangan antara demonstran dan aparat kepolisian yang berujung pada saling dorong.
Ketua PC PMII Lamongan, Rois, selaku koordinator aksi, menegaskan bahwa program BANSUN yang sebelumnya dijanjikan Bupati Lamongan pada periode pertama tidak terealisasi sesuai harapan masyarakat. Program yang semula dijanjikan sebesar Rp 100 juta per dusun untuk pembangunan infrastruktur, hanya terealisasi sekitar Rp35 juta per dusun dan dihentikan pada tahun ketiga tanpa kejelasan alasan yang memadai.
Rois menuntut pertanggungjawaban bupati atas penghapusan program yang dirasa merugikan masyarakat dusun tersebut.
“Kami menuntut pertanggungjawaban dari Bupati Lamongan atas penghapusan BANSUN yang telah merugikan masyarakat dusun. Banyak dusun yang telah memulai pembangunan dengan dana pinjaman dan berharap dapat mengembalikannya dengan bantuan ini. Namun, pemerintah malah mengorbankan program ini dengan alasan kekurangan anggaran yang tidak jelas,” ujar Rois. Senin, (16/12/2024).
Selain itu, PMII Lamongan juga menyoroti ketidaksesuaian antara APBD Kabupaten Lamongan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah. Berdasarkan kajian yang dilakukan, ditemukan bahwa belanja pegawai di Kabupaten Lamongan melebihi batas maksimal 30 persen, yang seharusnya berakibat pada pengurangan anggaran untuk program-program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.