Realitasnya, kata Siti Zuhro, yang terjadi rakyat hanya disuguhkan pasangan calon yang sudah ditentukan. Rakyat, kata Siti Zuhro, tidak diberikan kebebasan, seolah-olah dipaksa untuk menyetujui keputusan para penguasa untuk menentukan siapa pemimpin selanjutnya.
“Jadi kita tidak diberikan keleluasaan, dengan masyarakat kita yang majemuk luar biasa ini, dengan sisi multipartai itu, tetap saja maunya dua pasangan calon, maunya satu putaran saja, sudah jangan diontrang-antring lebih dari sekali, seolah-olah seperti itu,” katanya.
Siti Zuhro mengatakan, pada Pilpres 2004 ada lima pasangan calon yang bertarung. “Lumayan, perkara ada yang kalah, itu sudah hukum alam. Tapi mulai 2014 kita tidak disuguhi lagi seperti itu. Maka ini yang menjadi concern kira, keprihatinan kita, dan dalam perkembangannya kita tidak naik kelas mulu setiap pemilu, setiap pilpres endingnya itu konflik,” ujarnya.
(zik)